3 – وَعَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ – صلى الله عليه وسلم: «إِنَّ الْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ, إِلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ, وَلَوْنِهِ». أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ وَضَعَّفَهُ أَبُو حَاتِمٍ.
- dari Abu Umamah Al Bahili RA ia berkata : Rasulullah SAW bersabda,” sesungguhnya air tidak menjadi najis karena suatu hal, terkecuali jika hal tersebut merubah bau, rasa dan warnanya.” (HR Ibnu Majah dan didha’ifkan oleh Imam Abu Hatim).
4 – وَلِلْبَيْهَقِيِّ: «الْمَاءُ طَاهِرٌ إِلَّا إِنْ تَغَيَّرَ رِيحُهُ, أَوْ طَعْمُهُ, أَوْ لَوْنُهُ; بِنَجَاسَةٍ تَحْدُثُ فِيهِ».
- dan dalam riwayat Imam Al Baihaqi disebutkan : hukum air adalah suci terkecuali jika berubah bau, rasa atau warnanya karena sebab najis yang bercampur denganya.
Takhrij Hadits(1)
Hadits ke 3 diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah (kitab Thaharah, bab Haidh), juga Imam Daru Quthni, At Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir dari jalur Rusydin bin Sa’id dari Abi Umamah secara marfu’. Hadits ini didha’ifkan oleh Imam Ahmad dan Abu Zur’ah. Abu Hatim berkata : “Hadits ini mungkar”. An Nasa’i berkata : matrukul hadits”(2). Imam As Syafi’i berkata : “Para ahli hadist tidak menshahihkan sanadnya”(3). Imam An Nawawi berkata : “seluruh ahli hadits sepakat bahwa sanad hadits ini dha’if”(4).
Abu Hatim mendha’ifkan hadits ini sebagaimana dinukil oleh anaknya dalam kitab Al ‘Ilal : ( ayahku berkata: Rusydin bin Sa’ad menyatakan bahwa hadits ini tersambung ke Rasulullah SAW dari Abu Umamah, padahal Rusydin bukan orang yang kuat, dan yang benar hadits ini mursal))(5).
Sedangkan hadits ke-4, Imam Al Baihaqi menyatakan di dalam sanadnya ada Baqiyyah bin Al Walid, seorang mudallis yang dalam meriwayatkan hadits ini ia tidak menyebutkan mendengar langsung, sehingga Imam Al Baihaqi berkata : hadits ini tidak kuat. Namun Al Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan bahwa riwayat Baihaqi ini sepertinya ditujukan untuk menjelaskan makna hadist ke-3 yang diriwayatkan Ibnu Majah(6)
Penjelasan hadits
Hadits Abu Umamah ini asalnya adalah hadits shahih yang telah disebutkan sebelumnya pada hadits ke-2. Sedangkan yang dha’if adalah tambahan “ terkecuali jika berubah baunya…dst”. Akan tetapi meskipun tambahan ini dha’if namun semua ulama berijma bahwa air menjadi tidak suci jika bau, rasa dan warnanya berubah sebagaimana disebutkan oleh Imam As Syafi’i, Ibnu Mundzir, Ibnu Hibban, Ath Thahawi, Al Baihaqi, dll(7)
Fiqh hadits
- Dari pemahaman hadits ini bisa disimpulkan bahwa bisa saja terjadi ijma’ dalam suatu masalah meskipun bersandar pada hadist dha’if sebagaimana ijma ulama’ dalam najisnya air sedikit ataupun banyak jika berubah bau, warna dan rasanya jika disebabkan oleh benda najis.
- Selayaknya juga kita tidak sembrono menolak hadits dha’if dalam masalah hukum, sebab bisa jadi hadits tersebut dikuatkan oleh ijma’, atau fatwa sahabat, atau diterima oleh semua ulama sebagai landasan hukum.
- Berdasarkan hadits ini serta yang serupa denganya sebagian ulama memahami bahwa pembagian air hanyalah dua saja, yaitu: air suci dan air yang najis dan mengingkari adanya tiga pembagian dengan tambahan air suci namun tidak mensucikan sebagaimana pendapat jumhur ulama. Namun menurut kami hadits-hadits lain masih bisa dijadikan pedoman dalam tambahan pembagian yang in sya Allah akan kami bahas jika sudah sampai hadits tersebut.
***********
Penulis : Muhammad Nur Khozin Abu Nuha
- Diringkas dari kitab Minhatul Allam .
- Tahdhibu Tahdhib (3/240).
- Ikhtilaful Hadist hal 108.
- Al Majmu (1/110).
- Al ‘Ilal (1/44), syarah Bulughul Marom Ath Thuroifi.
- Minhatul Allam (1/33)
- Al Ausath(1/260), Syarh Ma’anil Atsar(1/12), Sunan Al Kubro(1/260).